Rabu, 06 Juli 2011

disimpangan itu?

deru mesin motor terdengar, yang semula samar-samar kini mulai cukup kencang di gendang telingaku, tanpa aku menyadari ternyata perjalanan sudah memasuki Pegunungan Sanggang, satu motor kadang masih aku jumpai, truk penganggut kayu gelondong dari Manyaran juga masih aku jumpai, tapi kali ini aku hanya seorang diri.
lampu motor lumayan buat menerangi jalanan yang kurang pencahayaan, memang kalau sudah membelah gunung sanggang ini, tiada perumahan penduduk jadi wajar kalau gelapnya bukan main. Allah SWT maha tahu, saatnya Ia memberikan bantuan untuk aku, sinar rembulan bersama teman-teman kecilnya turut menerangiku juga lhoo..
aku tengokkan kepala ke sebelah kanan, aku melihat ia begitu keriput kulitnya, lekuk dan garis dahinya begitu jelas, sisir mungkin juga tidak pasti setahun sekali membelai rambut dwi warnanya, baju kusut yang digenakan tidak cukup untuk menutupi dadanya yang kering, tulangnya cukup jelas mengambarkan bentuk dada yang kurang dari seuntai daging, celana hitam pendek, layaknya celana kolor yang digunakan kakek-kakek desa itu kumal turut membalutnya, kaki yang begitu usam tidak beralaskan kaki. terduduk ia di trotoar jalan Yos Sudarso, disamping tong sampah yang terbuat dari anyaman bambu, tangannya mencoba mengais rezeki darinya, terhempas satu plastik putih, dan merasakan tidak ada hasil plastik itu dikembalikan lagi ke tong sampah...

aku hentakkan gas motor impressaku tercinta, terhenti di trafic light...
sambil ngaya dikit, karena di samping kiriku cewek ngelis, berjilbab lagi . . . Aku banget ini.
malu dengan wajah pas-pasan, tidak berani tengok kiri, bisa tengeng kalau lampu merahnya sampai 10 menit (kelkelkel)..
dimana dalam keadaan malu dengan cewek tersebut, aku dapati hamba Tuhan, berperangai gagah, tubuh gempal, tinggi. rambutnya yang licin, tersisir rapi, dasi serasi dengan kemeja yang dipakai, serta celana polo melengkapi sepatu kulit rusa yang bisa digunakan untuk kaca. Ia baru saja turun dari Alphart Hitam, terus mengandeng cewek 21an tahun menuju rumah makan di pinggir kota bengawan.
tit .. tin .. tin (ternyata lampunya sudah hijau),. tancaap lagi mang..

alkhamdulillah Penulis sampai di rumah dengan selamat pukul 21.00 WIB
dan tidak tahu bagaimana melajutkan cerita itu tadi, yang paling terasa kini sungai ini mulai mengalir, bersamaan dengan hentakan kalbu yang tidak menentu...
semakin dalam aku memikirkan tangan yang mengais rezeki itu, semakin deras sungai mengalirkan airnya.
Ya Rabb, satu keyakinanku RIZKIMU BEGITU LAPANG

4 komentar:

Sin mengatakan...

pemilihan kata yang begitu indah kang...wah abot iki saingane

ndalu anggar prasetyo mengatakan...

sungguh sangat kontras gan mendengar cerita anda tadi tentang seorang kakek dg makhluk sempurna tadi ....

masih penasaran dengan cewek berjilbab tadi juga ding :malu

Catatan Kaki mengatakan...

M. Muclis: Pujian yang patut diberikan ucapan terima kasih, mungkin lebih baik ada caciannya lho mas...
M. Ndalu: Biasa mas, klo jomblowan sedang ketemu cewe' mesti lirak lirik, Caper..

FREEDOM FOR WHAT mengatakan...

nyat sing berjilbab i marai pie ngono oq yo ...
sumpah

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes